Akhir-akhir
ini berita bahwa DPR merenovasi ruang rapat badan anggaran (Banggar) begitu
menggelitik hati kita. Sontak, kejadian itu menuai banyak kritik dari berbagai
kalangan. Bagaimana tidak, Selain DPR yang merenovasi ruang rapat badan
anggaran dengan dilengkapi kursi-kursi impor yang menelan biaya Rp20,3 miliar,Mahkamah
Agung (MA) juga mengalokasikan anggaran Rp11,4 miliar untuk pengadaan mebel
ruang kerja pimpinan MA dan ruang sidang. Selain ruang rapat yang bernilai
Rp20,3 miliar, DPR juga menghabiskan Rp1,5 miliar untuk belanja pewangi ruangan
serta Rp1,3 miliar untuk pembuatan kalender tahun 2012.
Para
pengusaha mebel dalam negeri mengaku kecewa atas tindakan impor mebel para
wakil rakyat tersebut. Mereka menyatakan bahwa kualitas mebel lokal tidaklah
kalah dengan mebel impor bahkan, justru pada mebel lokal kualitas ekspor
kualitasnya lebih tinggi dibandingkan dengan mobil impor yang harganya teramat
mahal. Ini menunjukkan ketidakcintaan pemerintah terhadap produk dalam negeri.
Secara lebih lanjut, tindakan mark up ini menunjukkan keegoisan dan ketidak
pedulian para wakil rakyat terhadap
masyarakat. Masih banyak sektor-sektor negara yang menyangkut hajat hidup orang
banyak yang perlu direnovasi dan dikembangkan. Namun, mereka malah
menggunakannya secara berlebihan untuk kepentingan dan kenyamanan mereka
sendiri.
Ini sungguh ironis, bila kita melihat
kenyataan di lapangan, bahwa banyak sektor yang memerlukan sentuhan tangan dari
pemerintah alias perlu dibenahi. Seperti contoh, masalah pengangguran di
Indonesia, pembangunan sarana umum seperti jembatan dan jalan raya, masalah pemukiman kumuh, dan
masih banyak lagi.
Para
wakil rakyat seharusnya tidak bermewah-mewahan sehingga terkesan sebagai
tindakan penghamburan uang rakyat. Mereka boleh merenovasi ruang kerja mereka
karena itu untuk kenyamanan kerja berkaitan dengan peningkatan kinerja yang
leih baik lagi. Namun, tidak sepantasnya melakukan mark up secara berlebihan
bahkan sampai mengimpor barang hasil produksi negara lain.
(*mine)
